Sabtu, 28 Februari 2015

Ekologi


Nama: Francis Mere Kira Gere

NIM : STK 114054

Program Studi :THP

Tugas : EKOLOGI  PERAIRAN

 

FAKTOR BIOTIK DAN ABIOTIK

Pengertian biotik dan abiotik

(+) Faktor biotik

 Faktor biotik adalah faktor hidup yang meliputi semua makhluk hidup di bumi, baik

tumbuhan maupun hewan. Dalam ekosistem, tumbuhan berperan sebagai produsen,

hewan berperan sebagai konsumen, dan mikroorganisme berperan sebagai

dekomposer.

 

(+) faktor abiotik

Faktor abiotik adalah faktor tak hidup yang meliputi faktor fisik dan kimia. Faktor

fisik utama yang mempengaruhi ekosistem.

Seperti:

1.      Suhu

2.      Sinar matahari

3.      Tanah

4.      Air

5.      Ketinggian

6.      Angin

7.      Garis lintang

 

a. Suhu

Suhu berpengaruh terhadap ekosistem karena suhu merupakan syarat yang

diperlukan organisme untuk hidup. Ada jenis-jenis organisme yang hanya dapat

hidup pada kisaran suhu tertentu.

 

b. Sinar matahari

Sinar matahari mempengaruhi ekosistem secara global karena matahari menentukan

suhu. Sinar matahari juga merupakan unsur vital yang dibutuhkan oleh tumbuhan

sebagai produsen untuk berfotosintesis.

 

c. Air

Air berpengaruh terhadap ekosistem karena air dibutuhkan untuk kelangsungan

hidup organisme. Bagi tumbuhan, air diperlukan dalam pertumbuhan,

perkecambahan, dan penyebaran biji; bagi hewan dan manusia, air diperlukan

sebagai air minum dan sarana hidup lain, misalnya transportasi bagi manusia, dan

tempat hidup bagi ikan. Bagi unsur abiotik lain, misalnya tanah dan batuan, air

diperlukan sebagai pelarut dan pelapuk.

 

d. Tanah

Tanah merupakan tempat hidup bagi organisme. Jenis tanah yang berbeda

menyebabkan organisme yang hidup didalamnya juga berbeda. Tanah juga

menyediakan unsur-unsur penting bagi pertumbuhan organisme, terutama

tumbuhan.

 

 

e. Ketinggian

Ketinggian tempat menentukan jenis organisme yang hidup di tempat tersebut,

karena ketinggian yang berbeda akan menghasilkan kondisi fisik dan kimia yang

berbeda.

 

f. Angin

Angin selain berperan dalam menentukan kelembapan juga berperan dalam

penyebaran biji tumbuhan tertentu.

g. Garis lintang

Garis lintang yang berbeda menunjukkan kondisi lingkungan yang berbeda pula.

Garis lintang secara tak langsung menyebabkan perbedaan distribusi organisme di

permukaan bumi. Ada organisme yang mampu hidup pada garis lintang tertentu

saja.

 

Faktor biotik dan abiotik untuk daerah temperate,suptropis,dan tropis (kutup utara dan kutup selatan ) (artik dan antartika)

 

Hubungan itu bisa terjadi baik lingkungan abiotik maupun lingkungan biotik.

Maksudnya antara faktor abiotik (lingkungan) dengan faktor biotik (mahkluk hidup ) dalam ekosistem dapat saling mempengaruhi.

Maka dari itu dengan mengetahui ciri fisik abiotik akan mudah mengenal pula faktor biotik yang ada di dalamnya , begitu sebaliknya dengan mengetahui mahkluk hidup yang ada kita pasti bisa memprediksikan komponen yang terjadi pada abiotiknya,

Faktor abiotik merupakan faktor faktor yang membicarakan lingkungan tempat keberadaan yang mempengaruhi makhluk hidup . misalnya suhu , kelembaban , curah hujan , cahaya dll 

Faktor lingkungan itu menentukan kualitas mahkluk hidup yang ada didalamnya setiap hariinya 

Jika pencatatan data abiotik berupa faktor fisik itu dicatatnya dalam bentuk harian disebut cuaca , namun jika catatn itu konstan setiap tahunnya maka disebut iklim. 

Jadi iklim sebagai interaksi faktor abiotik sudah tercatat tetap dengan mencatatnya dari rata rata cuaaca dalam tahunan , misalnya tercatat suhu sekitar 20 - 30 o C ya pasti Iklim Tropis .

Faktor lingkungan abiotik adalah faktor yang paling berperan dalam menyebabkan stres fisiologis . Komponen lingkungan abiotik utama yang pengaruhnya nyata terhadap ternak adalah temperatur, kelembaban, curah hujan, angin dan radiasi matahari .

Temperatur lingkungan adalah ukuran dari intensitas panas dalam unit standar dan biasanya diekspresikan dalam skala derajat celsius. Secara umum, temperatur udara adalah faktor bioklimat tunggal yang penting dalam lingkungan fisik ternak. Supaya ternak dapat hidup nyaman dan proses fisiologi dapat berfungsi normal, dibutuhkan temperatur lingkungan yang sesuai. Banyak species ternak membutuhkan temperatur nyaman 13 – 18 oC atau Temperature Humidity Index (THI) < 72.

Setiap hewan mempunyai kisaran temperatur lingkungan yang paling sesuai yang disebut Comfort Zone. Temperatur lingkungan yang paling sesuai bagi kehidupan ternak di daerah tropik adalah 10°C-27°C (50°F-80°F). Sedangkan keadaan lingkungan yang ideal untuk ternak di daerah sub tropis (sapi perah) adalah pada temperatur antara 30°F-60°F dan dengan kelembaban rendah. Selain itu, sapi FH maupun PFH memerlukan persyaratan iklim dengan ketinggian tempat ± 1000 m dari permukaan laut, suhu berkisar antara 15°- 21°C dan kelembaban udaranya diatas 55 persen. Kenaikan temperatur udara di atas 60°F relatif mempunyai sedikit efek terhadap produksi.

 

Adaptasi morfologi,fisiologi dan tingkah laku makluk hidup

adaptasi mofologi,fisiologi,dan tingkah laku makluk hidup di daerah temperate,subtropis dan tropis

 

1.      Adaptasi morfologi

 

Adaptasi morfologi merupakan penyesuaian bentuk tubuh untuk kelangsungan

hidupnya. Masing-masing genus meiofauna memiliki kisaran toleransi tertentu terhadap kondisi ekologi sejalan dengan seberapa jauh keberhasilannya mengembangkan mekanisme adaptasi. Hal tersebut memungkinkan faktor-faktor ekologik mengatur komposisi dan ukuran komunitas meiofauna. Dalam menghadapi perubahan kondisi lingkungan di habitatnya, meiofauna telah mengembangkan berbagai bentuk adaptasi morfologi. Adaptasi morfologi yang dimaksud adalah adaptasi ukuran tubuh, adaptasi bentuk tubuh, penyederhanaan organ dan memperkuat dinding tubuh serta mengembangkan alat pelekat 22

Semua organisme meiofauna berukuran sangat kecil. Adaptasi yang sangat nyata terhadap lingkungan dinamis adalah ukuran dan bentuk tubuh. Ukuran tubuh meiofauna interstisial berkisar 0.63–1 mm (63–1.000 μm). Kebanyakan organisme meiofauna mempunyai bentuk tubuh memanjang atau seperti plat, dan ada juga berbentuk silinder. Umumnya meiofauna melakukan pelangsingan tubuh dan meningkatkan fleksibilitas tubuh. Bentuk tubuh seperti flat, organisme meiofauna dapat melekatkan dirinya pada ruang yang sempit pada butiran sedimen. Adaptasi ini agar meiofauna dapat tetap tinggal dalam ruang sedimen yang sempit, sehingga terbebas dari pengaruh selama proses suspensi kembali (resuspensi) ke atas. Dalam lingkungan sedimen yang gelap, meiofauna melakukan adaptasi dengan mereduksi mata dan pigmen tubuhnya.

Adaptasi yang dikembangkan meiofauna dalam perkembangbiakan adalah menghasilkan sedikit gamet tetapi mempunyai ukuran yang besar. Pada kondisi tertentu, meiofauna melakukan pembiakan secara hermafrodit dan partenogenesis.

   Contoh adaptasi morfologi, antara lain sebagai berikut.

a. Gigi-gigi khusus

Gigi hewan karnivora atau pemakan daging beradaptasi menjadi empat gigi taring

besar dan runcing untuk menangkap mangsa, serta gigi geraham dengan ujung

pemotong yang tajam untuk mencabik-cabik mangsanya.

b. Moncong

Trenggiling besar adalah hewan menyusui yang hidup di hutan rimba Amerika

Tengah dan Selatan. Makanan trenggiling adalah semut, rayap, dan serangga lain

yang merayap. Hewan ini mempunyai moncong panjang dengan ujung mulut kecil

tak bergigi dengan lubang berbentuk celah kecil untuk mengisap semut dari

sarangnya. Hewan ini mempunyai lidah panjang dan bergetah yangdapat dijulurkan

jauh keluar mulut untuk menangkap serangga.

c. Paruh

Elang memiliki paruh yang kuat dengan rahang atas yang melengkung dan ujungnya

tajam. Fungsi paruh untuk mencengkeram korbannya.

d. Daun

Tumbuhan insektivora (tumbuhan pemakan serangga), misalnya kantong semar,

memiliki daun yang berbentuk piala dengan permukaan dalam yang licin sehingga

dapat menggelincirkan serangga yang hinggap. Dengan enzim yang dimiliki

tumbuhan insektivora, serangga tersebut akan dilumatkan, sehingga tumbuhan ini

memperoleh unsur yang diperlukan.

 

e. Akar

Akar tumbuhan gurun kuat dan panjang,berfungsi untuk menyerap air yang terdapat

jauh di dalam tanah. Sedangkan akar hawa pada tumbuhan bakau untuk bernapas.

 

 

2. Adaptasi fsiologi

 

Adaptasi fisiologi merupakan penyesuaian fungsi fisiologi tubuh untuk

mempertahankan hidupnya. Meiofauna mampu mengembangkan adaptasi fisiologi terhadap kondisi lingkungan bentik untuk kelangsungan hidupnya di bawah kondisi yang kurang oksigen. Adaptasi fisiologi genus meiofauna terhadap kandungan oksigen yang rendah adalah dengan cara: 1) mengurangi (mereduksi) aktivitas dan metabolisme, 2) mengembangkan pigmen darah dengan mengikat oksigen yang sangat tinggi, dan 3) respirasi anaerob dengan menghasilkan dan mengeluarkan hasil akhir pernafasan. Kondisi lingkungan bentik yang kurang oksigen ini berkaitan dengan keberadaan senyawa sulfida (H2S) dalam sedimen.

Terkait dengan adaptasi meiofauna pada sedimen yang mengandung H2S dengan kondisi oksigen yang rendah, maka meiofauna mempunyai hubungan simbiotik yang berkembang sehingga dapat beradaptasi terhadap kondisi tersebut. Meiofauna yang toleran terhadap H2S dan mampu hidup pada kadar oksigen yang rendah atau miskin oksigen disebut dengan thiobios. Beberapa meiofauna yang mampu hidup pada kondisi yang demikian adalah Nematoda, Ciliata, Platyhelminthes, Gnathostomulida, Gastrotricha, Oligochaeta dan Aschelmintes.

Meiofauna interstisial permanen memiliki ukuran tubuh yang sangat kecil, sehingga gamet yang dihasilkannya pada suatu waktu terbatas jumlahnya. Produksi telur yang dihasilkan meiofauna hampir selalu kurang dari 100 per individu dan biasanya antara satu dan sepuluh telur (Nybakken & Bertness 2005). Karena jumlah telur yang dihasilkan sangat sedikit, maka suatu genus tak boleh kehilangan banyak telur agar dapat menghasilkan generasi penerusnya. Untuk dapat menjamin kelangsungan hidup generasinya, maka meiofauna telah mempunyai berbagai strategi adaptasi, yaitu: 1) adaptasi yang menjamin terjadinya fertilisasi dengan cara: (i) berkopulasi, dalam hal ini terjadi pemindahan sperma langsung kepada meiofauna betina (misalnya pada Copepoda harpacticoid), (ii) membungkus semua sperma dalam satu unit spermatophora dan melekatkannya pada meiofauna betina, dengan demikian tersedia sperma untuk membuahi telur yang dikeluarkan (misalnya pada Polychaeta), dan (iii) genus meiofauna yang bersifat hermafrodit memiliki sistem jantan dan betina, sehingga dapat menjamin fertilisasi (misalnya Gastrotricha dan Polychaeta); dan 2) adaptasi pemeliharaan telur dan perlindungan anak-anaknya.

Selain itu, strategi adaptasi yang dikembangkan oleh meiofauna adalah melengkapi perekat pada telur yang dikeluarkannya sehingga dengan cepat menempel pada substrat atau terbungkus dalam kokon yang mudah melekat. Ketika telur menetas mengeluarkan larva, maka larva tersebut tetap berada pada ruangan antarbutiran sedimen karena larva yang dihasilkannya tidak bersifat planktonik.

   Contohnya adalah sebagai berikut.

a. Kelenjar bau

Musang dapat mensekresikan bau busukdengan cara menyemprotkan cairan melalui

sisi lubang dubur. Sekret tersebut berfungsi untuk menghindarkan diri dari

musuhnya.

b. Kantong tinta

Cumi-cumi dan gurita memiliki kantong tinta yang berisi cairan hitam. Bila musuh

datang, tinta disemprotkan ke dalam air sekitarnya sehingga musuh tidak dapat

melihat kedudukan cumi-cumi dan gurita.

c. Mimikri pada kadal

Kulit kadal dapat berubah warna karena pigmen yang dikandungnya. Perubahan

warna ini dipengaruhi oleh faktor dalam berupa hormon dan faktor luar berupa suhu

serta keadaan sekitarnya.

 

3. Adaptasi tingkah laku

Adaptasi tingkah laku merupakan adaptasi yang didasarkan pada tingkah laku. Perilaku migrasi juga dapat diperlihatkan oleh meiofauna. Dalam beberapa kasus, genus meiofauna lebih atau kurang mengandalkan transpor pasif oleh arus pasang. Ketika munculnya pasang, meiofauna akan ditranspor secara pasif walaupun meiofauna bergerak dengan pelan-pelan pada permukaan sedimen. Beberapa genus meiofauna dapat beradaptasi untuk menghadapi pengaruh arus pasang, yaitu dengan mengembangkan mekanisme organ renang. Bagi meiofauna yang dapat berenang secara aktif dapat melakukan migrasi ke kolom air. Pada fase muda, meiofauna berenang secara aktif ke lapisan air di atasnya dan disebarkan ke laut oleh arus. Sementara itu, meiofauna fase dewasa cenderung berada dekat dasar dan kemudian disebarkan kembali oleh arus. Meiofauna yang terbawa oleh arus pasang tersebut akan mengembangkan adaptasi perilaku untuk membuat dan menempati habitat yang baru.

Meiofauna dapat beradaptasi terhadap perubahan musim. Pada musim dingin di daerah mangrove, ketika bahan organik terakumulasi ke dalam sedimen, genus meiofauna dari family Chromadoridae (taksa Nematoda) tetap berada di dalam sedimen. Meiofauna ini dapat beradaptasi terhadap kondisi lingkungan sedimen yang sangat dingin. Pada musim panas, mereka bermunculan kembali untuk membentuk koloni yang baru. Strategi adaptasi perilaku meiofauna terhadap perubahan musim dari famili Chromadoridae ini berbeda dengan famili Monhystiridae yang hanya tercatat pada waktu pertumbuhan alga mencapai puncaknya, dan fauna ini berasosiasi dengan proses dekomposisi makrofita. Kehadirannya pada musim ini menggambarkan peranannya dalam proses dekomposisi dengan memangsa bakteri

Contohnya sebagai berikut :

a. Pura-pura tidur atau mati

Beberapa hewan berpura-pura tidur atau mati, misalnya tupai Virginia. Hewan ini

sering berbaring tidak berdaya dengan mata tertutup bila didekati seekor anjing.

b. Migrasi

Ikan salem raja di Amerika Utara melakukan migrasi untuk mencari tempat yang

sesuai untuk bertelur. Ikan ini hidup di laut. Setiap tahun, ikan salem dewasa yang

berumur empat sampai tujuh tahun berkumpul di teluk disepanjang Pantai Barat

Amerika Utara untuk menuju ke sungai. Saat di sungai, ikan salem jantan

mengeluarkan sperma di atas telur-telur ikan betinanya. Setelah itu ikan dewasa

biasanya mati. Telur yang telah menetas untuk sementara tinggal di air tawar.

Setelah menjadi lebih besar mereka bergerak ke bagian hilir dan akhirnya ke laut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar